Jumat, 05 April 2013

ANALISIS CAMPUR KODE SIARAN RADIO YASIKA FM PENYIAR VIRA DAN AURA DI KOTA YOGYAKARTA



PEMBAHASAN
A.    Latar Belakang
Sebagai seseorang yang terlibat dengan penggunaan dua bahasa, dan juga terlibat dengan dua budaya, seorang dwibahasawan tentulah tidak terlepas dari akibat-akibat penggunaan dua bahasa itu. Salah satu akibat dari kedwibahasaan adalah adanya tumpang tindih antara kedua sistem bahasa yang dipakainya atau digunakannya unsur-unsur dari bahasa yang satu pada penggunaan bahasa yang lain.
Sosiolinguistik merupakan ilmu antardisiplin antara sosiologi dan lingustik, dua bidang ilmu empiris yang mempunyai kajian yang sangat erat. Sosiologi berusaha mengetahui bagaimana masyarakat itu terjadi, berlangsung, dan tetap ada. Sedangkan linguistik adalah bidang ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya Chaer dkk,(2010: 2). Menurut pandangan sosiolinguistik, bahasa mengandung berbagai macam variasi sosial yang tidak dapat dipecahkan oleh kerangka teori struktural, dan terlalu naif bila variasi-variasi itu hanya disebut performansi.
Menurut konsepsi sosiolinguistik struktur masyarakat yang selalu bersifat heterogen (tidak pernah homogen) mempengaruhi struktur bahasa. Adapun struktur masyarakat di sini dipengaruhi oleh bebrapa faktor, seperti siapa yang berbicara (who speaks), dengan siapa (with whom), di mana (where), kapan (when), dan untuk apa (to what end)  Wijana dkk, (2010: 5). Sosiolinguistik sebagai cabang linguistik memandang atau menempatkan kedudukan bahasa dalam hubungannya dengan pemakai bahasa di dalam masyarakat, karena dalam kehidupan bermasyarakat manusia tidak lagi sebagai individu, akan tetapi sebagai masyarakat sosial.
Chaer via Dittmar (1976: 128) mengatakan bahwa tujuh dimensi yang merupakan masalah dalam sosiolinguistik itu adalah (1) identitas social dari penutur, (2) identitas sosiala dari pendengar yang terlibat dalam proses komunikasi, (3) lingkungan sosial tempat pristiwa tutur terjadi, (4) analisis sinkronik dan diakronik dari dialek-dialek sosial, (5) penilaian social yang berbeda oleh penutur akan prilaku bentuk-bentuk ujaran, (6) tingkatan variasi dan ragam linguistik, dan (7) penerapan praktis dari penelitian sosiolinguistik. Seseorang pembicara atau penutur seringkali melakukan alih kode untuk mendapatkan “keuntungan” atau “manfaat” dari tindakannya itu, perubahan situasi bicara dapat menyebabkan terjadinya alih kode.          

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang akan diteliti dalam kajian ini adalah sebagai berikut:
1.      Apasajakah yang melatarbelakangi terjadinya campur kode dan alih kode dalam siaran radio Yasika FM ?
2.      Apasajakah campur kode yang terdapat dalam siaran radio Yasika FM?
C.    Tujuan
1.      Mendeskripsikan latar belakang terjadinya campur kode dan alih kode dalam siaran radio Yasika FM.
2.      Mendeskripsikan campur kode dan alih kode yang terdapat dalam siaran radio Yasika FM.

D.    Manfaat
Penelitian ini dimaksudkan untuk memberi jawaban atas masalah yang pokok dalam penyusunan makalah, serta diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1.      Manfaat Praktis
Penelitian ini secara teoritis bermanfaat untuk mengembangkan ilmu bahasa (sosiolinguistik) khususnya pada penelitian campur kode dan alih kode (kajian sosiolinguistik). Penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai pedoman  penelitian yang akan datang, tentunya dengan penelitian yang relevan dengan penelitian ini.   

2.      Manfaat Praktis
Manfaat secara praktis dari hasil penelitian ini dapat menjadi sumbangan pemikiran terhadap penelitian-penelitian yang sudah ada menegnai campur kode dan alih kode (Kajian sosiolinguistik), sehingga dapat dijadikan referensi. Dapat memberikan masukan bagi pihak-pihak yang tertarik atau berkecimpung di dunia linguistik. Dan menambah khasanah pustaka pada Universitas Ahmad Dahlan.

BAB II
KAJIAN TEORI

1.      Pengertian Campur Kode
Campur kode (code-mixing) terjadi apabila seorang penutur menggunakan suatu bahasa secara dominan mendukung suatu tuturan disisipi dengan unsur bahasa lainnya. Hal ini biasanya berhubungan dengan karakteristk penutur, seperti latar belakang sosil, tingkat pendidikan, rasa keagamaan. Biasanya ciri menonjolnya berupa kesantaian atau situasi informal. Namun bisa terjadi karena keterbatasan bahasa, ungkapan dalam bahasa tersebut tidak ada padanannya, sehingga ada keterpaksaan menggunakan bahasa lain, walaupun hanya mendukung satu fungsi. Campur kode termasuk juga konvergense kebahasaan (linguistic convergence).
Campur kode dibagi menjadi dua, yaitu:
1.      Campur kode ke dalam (innercode-mixing):
Campur kode yang bersumber dari bahasa asli dengan segala variasinya
2.      Campur kode ke luar (outer code-mixing): campur kode yang berasal dari bahasa asing.
Latar belakang terjadinya campur kode dapat digolongkan menjadi dua, yaitu
1.       sikap (attitudinal type)
latar belakang sikap penutur
2.      kebahasaan(linguistik type)
latar belakang keterbatasan bahasa, sehingga ada alasan identifikasi peranan, identifikasi ragam, dan keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan.
Dengan demikian campur kode terjadi karena adanya hubungan timbal balik antaraperanan penutur, bentuk bahasa, dan fungsi bahasa.
Beberapa wujud campur kode,
1. penyisipan kata,
2. menyisipan frasa,
3. penyisipan klausa,
4. penyisipan ungkapan atau idiom, dan
5. penyisipan bentuk baster (gabungan pembentukan asli dan asing).
Dalam keadaan bilingual, penutur ada kalanya mengganti unsur-unsur bahasa atau tingkat tutur, hal ini tergantung pada konteks dan situasi berbahasa tersebut. Misalnya, pada waktu berbahasa X dengan si A, datang si B yang tidak dapat berbahasa Y memasuki situasi berbahasa itu, maka kita  beralih memakai bahasa yang dimengerti oleh si B. Kejadian semacam ini kita sebut alih kode.
Nababan (1991: 31) menyatakan bahwa konsep alih kode ini mencakup juga kejadian pada waktu kita beralih dari satu ragam bahasa yang satu, misalnya ragam formal ke ragam lain, misalnya ragam akrab; atau dari dialek satu ke dialek yang lain; atau dari tingkat tutur tinggi, misalnya kromo inggil (bahasa jawa) ke tutur yang lebih rendah, misalnya, bahasa ngoko, dan sebagainya. Kridalaksana (1982: 7) menegaskan bahwa penggunaan variasi bahasa lain untuk menyesuaikan diri dengan peran atau situasi lain, atau karena adanya partisipasi lain disebut alih kode.
Alih kode dapat terjadi pada masyarakat bahasa bilingual atau multilingual, namun juga terjadi pada masyarakat bahasa monolingual. Pada masyarakat bilingual atau multilingual, alih kode dapat terjadi dari varian bahasa yang satu ke varian bahasa yang lain. Faktor-faktor penyebab alih kode dapat ditelusuri melalui keterkaitan suatu pembicaraan dengan konteks dan situasi berbahasa.
Hymes (1964) mengemukakan faktor-faktor dalam suatu interaksi pembicaraan yang dapat mempengaruhi penetapan makna, yaitu:
a.       siapa pembicara atau bagaimana pribadi pembicara
b.      di mana atau kapan pembicaraan itu berlangsung
c.       apa modus yang digunakan
d.      apa topik atau subtopik yang dibicarakan
e.       apa fungsi dan tujuan pembicaraan
f.       apa ragam bahasa dan tingkat tutur yang digunakan
Dari berbagai sudut pandang tersebut di atas, alih kode dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
a.       Jenis alih kode : alih bahasa, alih ragam bahasa, alih tingkat tutur;
b.      Tataran alih kode: tataran fonologi, tataran fonem, tataran kata atau frase;
c.       Sifat alih kode: alih kode sementara,alih kode tetap atau permanen;
d.      Faktor penyebab alih kode: pribadi pembicara, hubungan pembicara dengan mitra pembicara, topik atau subtopik.

2.      BATASAN CAMPUR KODE
Kridalaksana (1982; 32) memberikan batasan campur kode atau interferensi sebagai penggunaan satuan bahasa dari suatu bahasa ke bahasa lain untuk memperluas gaya bahasa atau ragam bahasa; termasuk di dalamnya pemakaian kata, klausa, idiom, sapaan, dan sebagainya.
Nababan (1989:32) menegaskan bahwa suatu keadaan berbahasa menjadi lain bilamana orang mencampurkan dua (atau lebih) bahasa atau ragam bahasa dalam situasi berbahasa yang menuntut percampuran bahasa itu. Dalam keadaan demikian, hanya kesantaian penutur dan/atau kebiasaanya yang dituruti. Tindak bahasa yang demikian disebut campur kode. Dalam situasi berbahasa yang formal, jarang terdapat campur kode. Ciri yang menonjol dari campur kode ini adalah kesantaian atau situasi informal. Kalau terdpat campur kode dalam keadaan demikian, hal ini disebabkan karena tidak ada ungkapan yang tepat dalam bahasa yang dipakai itu, sehingga perlu memakai kata atau ungkapan dari bahasa lain (bahasa asing).
Sifat campur kode dibedakan antara interferensi dengan kalimat integratif. Interferensi merupakan masuknya unsur suatu bahasa ke dalam bahasa lain yang belum diserap, jadi bersifat sementara. Kalimat integratif merupakan masuknya unsur suatu bahasa ke dalam bahasa lain dn diserap, jadi bersifat tetap atau permanen (Beardsmore,1982: 44)
Haugen dan Beardsmore (1982: 46) melaporkan bahwa kebanyakan hasil penelitian menunjukkan bahwa unsur nomina paling mudah bercampur dari satu bahasa ke dalam bahasa lain, sedangkan struktur atau fungsi bahasa agak sukar mengalami campur kode. Selanjutnya, Haugen dan Beardsmore (1982: 46) melaporkan bahwa unsur bahasa yang mudah bercampur setelah nomina adalah verba, adjektiva, adverbial, preposisi dan interjeksi; sedangkan pronomina dan artikel menunjukkan kekokohan untuk tidak bercampur dengan unsur bahasa lain.
Seperti halnya alih kode, campur kode juga dapat dilihat dari berbagai sudut pandang:
·         Jenis campur kode: campur bahasa, campur ragam, campur tingkat tutur.
·         Tataran campur kode: tataran fonem, tataran morfem, tataran kata atau frasa, tataran kalimat.
·         Sifat campur kode: campur kode sementara, campur kode tetap atau permanen.

3.      FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB DAN TUJUAN MELAKUKAN ALIH KODE ATAU CAMPUR KODE
Beberapa faktor penyebab terjadinya alih kode atau campur kode dipengaruhi oleh konteks dan situasi berbahasa yang dapat diuraikan sebagai berikut:
a.      Pembicara dan Pribadi Pembicara
Pembicara kadang-kadang sengaja beralih kode terhadap mitra bahasa karena dia mempunyai maksud dan tujuan tertentu. Dipandang dari pribadi pembicara, ada berbagai maksud dan tujuan beralih kode antara lain pembicara ingin mengubah situasi pembicaraan, yakni dari situasi formal yang terikat ruang dan waktu ke situasi non-formal yang tidak terikat ruang dan waktu. Pembicara kadang-kadang melakukan campur kode bahasa satu ke dalam bahasa yang lain karena kebiasaan.

b.      Mitra Bicara
Mitra bicara dapat berupa individu atau kelompok. Dalam masyarakat bilingual, seorang pembicara yang mula-mula menggunakan satu bahasa dapat beralih kode menggunakan bahasa lain dengan mitra bicaranya yang mempunyai latar belakang bahasa daerah yang sama. Seorang bawahan yang berbicara dengan seorang atasan mungkin menggunakan bahasa Indonesia dengan disisipi kata-kata dalam bahasa daerah yang nilai tingkat tuturnya tinggi dengan maksud untuk menghormati. Sebaliknya, seorang atasan yang berbicara dengan bawahan mungkin menggunakan bahasa Indonesia dengan disisipi kata-kata daerah (Jawa ngoko) yang memiliki tingkat tutur rendah dengan maksud untuk menjalin keakraban. Pertimbangan mitra bicara sebagai orang ketiga juga dapat menimbulkan alih kode jika orang ketiga ini diketahui tidak dapat menggunakan bahasa yang mula-mula digunakan kedua pembicara. Misalnya, pembicara dan mitra bicara menggunakan bahasa Jawa beralih kode menggunakan bahasa Inggris karena hadirnya seorang penutur Inggris yang memasuki situasi pembicaraan.

c.       Tempat Tinggal dan Waktu Pembicaraan Berlangsung
Pembicaraan yang terjadi di sebuah terminal bus di Indonesia, misalnya, dilakukan oleh masyarakat dari berbagai etnis. Dalam masyarakat yang begitu kompleks semacam itu akan timbul banyak alih kode dan campur kode. Alih bahasa atau campur kode itu dapat terjadi dari bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain, dan dari tingkat tutur suatu bahasa ke tingkat tutur bahasa yang lain. Seorang penjual karcis bus di sebuah terminal yang multilingual pada jam-jam sibuk beralih kode dengan cepat dari bahasa satu ke dalam bahasa yang lain dan juga melakukan campur kode atau bahasa.

d.      Modus Pembicaraan
Modus pembicaraan merupakan sarana yang digunakan untuk berbicara. Modus lisan (tatap muka, melalui telepon,atau melalui audio visual) lebih banyak menggunakan ragam non-formal dibandingkan dengan modus tulis (surat dinas, surat kabar, buku ilmiah) yang biasanya menggunakan ragam formal. Dengan modus lisan lebih sering terjadi alih kode dan campur kode daripada dengan menggunakan modus tulis.

e.       Topik
Dengan menggunakan topik tertentu, suatu interaksi komunikasi dapat berjalan dengan lancar. Alih kode dan campur kode dapat terjadi karena faktor topik. Topik ilmiah disampaikan dalam situasi formal dengan menggunakan ragam formal. Topik non-ilmiah disampaikan dalam situasi “bebas”, “santai” dengan menggunakan ragam non-formal. Dalam ragam non-formal kadang kadang terjadi “penyisipan” unsur bahasa lain, di samping itu topik pembicaraan non-ilmiah (percakapan sehari-hari) menciptakan pembicaraan yang santai. Pembicaraan yang santai juga dapat menimbulkan campur kode.

f.       Fungsi dan Tujuan
Fungsi bahasa yang digunakan dalam pembicaraan didasarkan pada tujuan berkomunikasi. Fungsi bahasa merupakan ungkapan yang berhubungan dengan tujuan tertentu, seperti perintah, menawarkan, mengumumkan, memarahi, dan sebagainya. Pembicara menggunakan bahasa menurut fungsi yang dikehendakinya sesuai dengan konteks dan situasi komunikasi. Alih kode dapat terjadi karena situasi dipandang tidak sesuai atau tidak relevan. Dengan demikian, alih kode menunjukkan adanya saling ketergantungan antara fungsi kontekstual dan situasional yang relevan dalam pemakaian dua bahasa atau lebih.

g.      Ragam dan Tingkat Tutur Bahasa
Pemilihan ragam dan tingkat tutur bahasa banyak didasarkan pada pertimbangan pada mitra bicara. Pertimbangan ini menunjukkan suatu pendirian terhadap topik tertentu atau relevansi dengan situasi tertentu. Alih kode dan campur kode lebih sering timbul pada penggunaan ragam non-formal dan tutur bahasa rendah dibandingkan dengan penggunaan ragam bahasa tinggi.



BAB III
PENGAMBILAN DATA
A.    Teknik Pengambilan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak yaitu pemerolehan data primer dengan cara menyimak siaran radio tersebut. Metode simak yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak dengan tidak berpartisipasi. Dalam hal inipeneliti menyimak siaran Yasika FM dengan tidak ikut dalam proses pembicaraan. Peneliti menyimak siaran dalam waktu sehari yaitu tanggal 21 juni 2012 Peneliti mendengarkan siaranYasika FM Jogja, kemudian merekam semua siarannya dengan bantuan taperecorder. Pengumpulan data dalam penelitian ini dibatasi pada tuturan penyiarnya saja. Campur kode dan alih kode yang terdapat pada lagu tidak termasuk dalam penelitian ini.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan metode yang digunakan. Metode simak menggunakan teknik lanjutan berupa (1) teknik rekam dengan menggunakan alat bantu tape recorder (2) teknik catat pada kartu data. Yang dimaksud teknik catat adalah mengadakan pencatatan data yang relevan dan sesuai dengan sasaran dan tujuan penelitian. Data yang telah diperoleh dengan teknik pengumpulan data di atas ternyata belum teratur, untuk itu perlu diadakan pengaturan atau pengelompokan terhadap data tersebut.

B.     Teknik Analisis Data
Penganalisisan data penelitian menggunakan metode analisis deskriptif. Istilah deskriptif ini mengacu bahwa penelitian yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan pada fakta atau fenomena yang memang secara empiris hidup, sehingga yang dihasilkan berupa pemerian bahasa yang sifatnya seperti potret. Pemerian yang deskriptif ini tidak mempertimbangkan benar salahnya penggunaan bahasa oleh penuturnya. Setelah data dianalisis dengan analiisis deskriptif kemudian diadakan penyimpulan hasil penelitian.



TABEL I
Radio Yasika FM Yogyakarta (gelombang 95,4 MHz)

NO
Data Primer
Data Sekunder
1.       
“ lagunya saya play untuk kalian yang tetep setia bersama Yasika FM the most wanted”
Play (mainkan), the most wanted (yang paling dinanti)
2.       
“Yang mau share di facebook atau di twitter silahkan di add atau di follow..”
Share(berbagi), follow(ikuti)
3.       
“buat yang request lagu Umberella Rihana, sudah Aura putar ”
Request(meminta)
4.       
Chart untuk minggu ini masih dipegang oleh.. ”
Chart(grafik)
5.       
“ini lagu dinyanyikan Momo Geisha Featuring Aril, ukie, reza”
Featuring(bersama)
6.       
“tetap stay turn bersama Yasika Fm, Viera bersamamu”
Stay turn(tetap di)
7.       
“yang mau dengerin lagu-lagu yang hits sambil istirahat siang sok  atuh
Hits, sok atuh(silahkan)
8.       
anyway jangan kemana-mana karna momo akan kembali lagi so dengerin yang satu ini”
Anyway (ngomong-ngomong), so (jadi)
9.       
“Positif thinking aja terhadap sesuatu”
Thinking(berfikir)
10.   
“Aura Mendez, ketahuan jebule mung promosi”
Ketahuan jebule mung promosi
11.   
“ini lagu best new release
Best new release (yang terbaru)
12.   
“saling memafkan saja, ojo malah angel memaafkan ya buat Tia yang ada di serandakan”
Ojo malah angel (jangan menyulitkan)
13.   
“Yasika Fm cool station
Cool station(stasiun radio keren)
14.   
“Popo akan umumin artist of the week juara American Idol“
Artist of the week (artis minggu ini), American Idol
15.   
“pastinya tetep happy monday bersama popo cusain”
Happy Monday(senin ceria)
16.   
“saatnya Popo undur diri sugeng dalu, good night Yasika Fm”
Sugeng dalu, good night(selamat malam)


Jumlah
Kata 9
Frase 10


BAB IV
PEMBAHASAN
Terjadinya campur kode pada tuturan penyiar radio Yasika Fm “The Most Wanted” memang tidak dapat dihindarkan, hal ini disebabkan karena para penyiar adalah termasuk dwibahasawan Selain menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa ibu, mereka juga menguasai bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan beberapa bahasa asing sebagai bahasa internasional. Hal tersebut berdampak munculnya serpihan-serpihan bahasa Indonesia, bahasa Inggris dan bahasa jawa dalam tuturan bahasanya. Sebenarnya setiap bahasa mempunyai wilayah pemakaian sendiri-sendiri, tetapi dalam perjalanan sejarahnya telah terjadi perubahan wilayah bahasa itu. Sebuah bahasa wilayahnya ada yang meluas adapula yang menyempit, bahkan adapula yang hilang dan menjadi wilayah bahasa lain. Semenjak bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa nasional, perkembangan bahasa ini makin pesat.
Pengaruh bahasa Indonesia tersebut juga terasa pada pemakaiaan bahasa Inggris dimana kosakata bahasa Indonesia, jawa, sunda banyak diganti dengan kosakata bahasa Inggris pada hal dalam bahasa Jawa sebenarnya kosakata tersebut tersedia. Seperti yang terjadi pada tuturan penyiar acara Yasika FM “ The Most Wanted”, dimana para penyiarnya mengganti begitu saja kosakata-kosakata bahasa Indonseia dengan bahasa Inggris, lalu kosakata bahasa Indonesia diganti bahasa jawa. Hal tersebut disebabkan karena dalam benak para penyiar sudah mempunyai konsep bahasa Indonesia bukan bahasa Jawa. Konsep-konsep ini muncul karena pengaruh pemakaian bahasa Indonesia yang semakin meluas ke segala aspek. Campur kode terdiri dari dua jenis yaitu campur kode ke dalam dan campur kode ke luar. Campur kode ke luar adalah campur kode yang berasal dari bahasa asing, sedangkan campur kode ke dalam adalah campur kode yang bersumber dari bahasa asli dengan segala variasinya. Campur kode yang ditemukan adalah campur kode ke dalam dan campur kode ke luar. Campur kode ke dalam berupa bahasa Indonesia sedangkan campur kode ke luar berupa bahasa Inggris




v  Campur Kode ke Dalam
Contoh campur kode ke dalam dapat dilihat sebagai berikut:
(1)   yang mau dengerin lagu-lagu yang hits sambil istirahat siang sok  atuh
(2)   saling memafkan saja, ojo malah angel memaafkan ya buat Tia yang ada di serandakan.
(3)   Aura Mendez, ketahuan jebule mung promosi

Pada data di atas terdapat campur kode pada kata “sok atuh” (frasa), “ojo malah angel” (klausa), ketahuan “jebule mung promosi (klausa)”  itu merupakan bahasa jawa dan sunda. Terjadinya campur kode dalam bentuk di atas disebabkan karena situasi yang informal atau intens dengan menyesuaikan siapa lawan komunikasinya. Penyiar selain menggunakan bahasa jawa yaitu bahsa ibu sendiri, Ia juga menggunakan bahasa sunda yang disisipkan dalam siarannya.

v  Campur Kode ke Luar
contoh campur kode ke dalam dapat dilihat sebagai berikut:

(1)   lagunya saya play untuk kalian yang tetep setia bersama Yasika FM the most wanted”
(2)   Yang mau share di facebook atau di twitter silahkan di add atau di follow..”
(3)   buat yang request lagu Umberella Rihana, sudah Aura putar
(4)   Chart untuk minggu ini masih dipegang oleh..
(5)   ini lagu dinyanyikan Momo Geisha Featuring Aril, ukie, reza

pada data di atas merupakan contoh sebagian campur kode ke luar terdapat kata “play”, “request”, “chart” penyiar menggunakan kata-kata tersebut untuk menunjukkan keintelektualan seorang penyiar dan dianggap kata-kata tersebut cocok untuk digunakan dalam siaran radio.



BAB V
PENUTUP
Penelitian ini menunjukkan bahwa pada tuturan penyiar acara The Most Wanted radio Yasika FM terdapat peristiwa alih kode dan campur kode baik sebagai akibat dari adanya kontak bahasa dan situasi bilingualism. Terjadinya alih kode dan campur kode tersebut tidak dapat dihindari karena penutur yang terlibat merupakan dwibahasawan atau multibahasawan. Hasil penelitian ini mendukung teori tentang penggunaan bentuk-bentuk bahasa untuk komunikasi praktis harus dilihat unsur lain yang melekat yaitu unsur makna, pesan atau isi.
Hal ini sangat penting karena orang dapat dikatakan berhasil berkomunikasi apabila dapat memenuhi pemakaian bahasa yang didukung unsur lain dari bahasa. Semuga hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pengetahuan kepada pembaca tentang penggunaan alih kode dan campur kode dalam komunikasi.


DAFTAR PUSTAKA

Nababan, P.W.J. 1986. Sosiolinguistik: Suatu Pengantar . Jakarta: PT. Gramedia.
Rahardi, Kunjana. 2001. Sosiolingustik Kode dan Alih Kode. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Chaer, Abdul. 2010. Sosiolinguistik perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.
PP. Giolooli (Ed).Kridalaksana, Kristen. 1986. The Linguistics Encyclopedia .
Beardsmore, Hugo Baetens. 1982. Bilingualisme: Basic Principles.





1 komentar: