Rabu, 03 April 2013

Feature


KEMEGAHAN KERETA KASULTANAN NGAYOGYAKARTA
Museum Kereta terletak dalam lingkungan Keraton Yogyakarta, yakni di sebelah barat daya Alun-alunUtara atau tepatnya di Jalan Rotowijayan. Museum ini secara administratif terletak di wilayah Kelurahan Kadipaten, Kecamatan Keraton, Kota Yogyakarta, Provinsi D.I Yogyakart kereta-kereta tersebut dulu adalah kendaraan Kraton, untuk kepentingan Kraton ataupun pribadi. Di Kraton ini banyak menyimpan kereta-kereta yang tidak ditemui ditempat yang lain yang memiliki kekhasan tersendiri. Keberadaan museum kereta tersebut telah dirintis pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VII. Di dalam museum ini memiliki 23 kereta yang berusia puluhan sampai ratusan tahun. Kereta tersebut ada pula yang masih digunakan dalam upacara-upacara besar, dan adapula yang sudah tidak dipakai karena faktor usia kereta dan sejarah dari kereta tua tersebut.
Masing-masing kereta tersebut memiliki nama-nama yang unik, yang penamaannya dilakukan menurut dengan kepercayaan orang-orang jawa akan adanya roh atau kekuatan pada tiap benda, selain itu penamaan dilakukan karena kereta-kereta tersebut telah banyak berjasa dan telah dianggap sebagai pustaka Kraton. Kereta-kereta milik Kraton tersebut  masing-masing diberi nama dan memiliki kegunaan tersendiri. Mengunjungi museum kereta Kraton Yogyakarta  berarti menengok sejarah perjalanan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Kereta-kereta yang di dalam museum disebut “kareta” tersebut menjadi artefak dari berbagai peristiwa penting Kraton Yogyakarta maupun keadaan teknologi yang dipakai oleh Kraton pada saat itu. Selain itu, kereta-kereta tersebut juga menunjukkan kerjasama diplomatik Kraton dengan dunia luar. 
Berdasarkan bentuknya, kereta-kereta milik Kraton dibagi menjadi tiga jenis. Yang pertama adalah kereta atap terbuka dan beroda dua, contohnya dari kereta jenis ini adalah kereta Kapolitan. Jenis kedua adalah kereta atap terbuka dan beroda empat, misalnya Kyai Jongwiyat dan semua kereta yang menggunakan nama Landower. Jenis ketiga adalah kereta atap tertutup dan beroda empat, misalnya Nyai Jimat, Kyai Garudayaksa, dan Kyai Winamaputra.
 Bentuk kereta juga membedakan fungsi dan penggunaanya. Kereta jenis ini digunakan oleh Sultan untuk kendaraan rekreyasi. Jenis kedua digunakan oleh beberapa kelompok terpandang seperti para pegawai sultan, rombongan penari Kraton, dan para komandan prajurit Kraton. Yang ketiga adalah kereta khusus sultan dan keluarganya. Kyai Ratapralaya yang dibuat dikampung Rotowijayan adalah kereta jenazah khusus bagi sultan yang sudah mangakat. Dalam sejarahnya, kereta ini baru digunakan dua kali.  Sebagai pusaka Kraton, kereta-kereta tersebut juga mendapat penghormatan berupa acara Jamasan. Jamasan adalah kegiatan memandikan, memberi ”makan”   dengan makanan berupa sesaji, dan mendoakan semua benda pusaka. Jamasan pusaka Kraton selalu jatuh pada selasa kliwon atau jum’at kliwon pertama, tiap bulan suro (bulan pertama dalam kalender jawa).  Upacara Jamasan pusaka Kraton Yogyakarta berlangsung di dua tempat, yaitu di Gedong Pusaka dan di Museum kereta Kraton Yogyakarta.   Pelakasanaan Jamasan pusaka di Museum kereta hanya untuk kereta pusaka. Upacara tersebut dipimpin sesepuh abdi dalem Kraton yang bertugas menjaga museum tersebut. Kereta yang wajib dijamasi tiap tahun adalah kereta Nyai Jimat. Kereta Nyai Jimat merupakan kereta kebesaran Sultan Hamengku Buwono I sampai dengan Sultan Hamengku Buwono IV dianggap sebagai sesepuh kereta-kereta yang lain. Kereta buatan Belanda tahun 1750-an ini merupakan pemberian Gubernur Jenderal Jacob Mossel. Secara ringkas, bila disusun berdasar tahun pembuatan atau pembeliannya, kareta-kareta tersebut dirinci sebagai berikut.
1.      Kareta Kanjeng Nyai Jimat. Kerata ini merupakan pusaka Kraton, dibuat oleh Belanda pada tahun 1750. Kereta ini adalah hadiah dari Spanyol yang pada saat itu sudah memiliki hubungan dagang dengan pihak kerajaan. Kereta ini digunakan sebagai alat transportasi sehari-hari oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I-III.  Kereta ini ditarik oleh delapan ekor kuda. Kondisi seluruhnya masih asli. Pegas kereta ini terbuat dari kulit kerbau. Setiap tahun, pada bulan Suro (Muharram), dilakukan upacara pemandian untuk kereta ini .
2.      Kareta Mondro Juwolo. Kereta ini adalah kereta yang dipakai oleh Pangeran Dipenogoro. Catnya sudah diperbarui pada saat diadakannya Festival Kraton Nusantara. Kereta ini dibuat oleh Belanda tahun 1800 dan ditarik oleh enam ekor kuda.
3.      Kareta Kyai Manik Retno. Kereta ini dibeli pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono IV, tahun 1815. Kereta ini dibuat oleh Belanda. Kereta ini digunakan oleh sultan bersama dengan permaisuri. Kereta untuk pesiar ini ditarik oleh empat ekor kuda.
4.      Kareta Kyai Jolodoro. Kereta ini dibuat Belanda pada tahun 1815 dan merupakan peninggalan Sri Sultan Hamengku Buwono IV. Kereta Jolodoro adalah kareta pesiar (dari kata “Jolo” yang berarti menjaring, dan“Doro” yang berarti gadis). Pengendali atau sais berdiri di belakang. Kereta ini ditarik empat ekor kuda.
5.      Kareta Kyai Wimono Putro. Kereta ini dibeli pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VI, tepatnya tahun 1860. Digunakan pada saat upacara pengangkatan putra mahkota. Kereta ini kondisinya masih asli (warna kayu). Kereta ini ditarik oleh enam ekor kuda.
6.      Kareta Garudo Yeksa. Kereta ini dibuat oleh Belanda pada tahun 1861, yaitu pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono VI. Kereta ini digunakan untuk penobatan seorang sultan. Kereta ini ditarik delapan ekor kuda yang sama warna dan jenis kelaminnya. Kereta ini juga disebut Kareta Kencana (kareta emas). Semua yang ada di kereta ini masih asli termasuk simbol/lambang burung garuda yang terbuat dari emas 18 karat seberat 20 kg. Lapisan emas tersebut jika digosok atau dibersihkan akan terkikis. Oleh karena itu kereta ini hanya dibersihkan menjelang saat akan digunakan saja.
Konon sekitar 6-7gram emas akan hilang setiap kali digosok/dibersihkan. Mahkotanya terbuat dari kuningan dan puncaknya berbentuk seperti Tugu Monas. Konon, Soekarno memang menggunakan bentuk mahkota ini untuk membuat desain Tugu Monas. Desain kereta datang dari Sri Sultan Hamengku Buwono I. Uniknya, apabila pintu kereta dibuka, maka akan ada tangga turun dengan sendirinya seperti yang sering dijumpai pada pintu-pintu pesawat terbang. Pengendali kuda hanya satu orang. Kereta ini masih dipakai sampai sekarang.
7.      Kareta Kyai Harsunaba. Kereta ini merupakan sarana transportasi sehari-hari dari masa Sri Sultan Hamngku Buwono VI-VIII. Kereta ini dibeli pada tahun 1870 dan ditarik oleh empat ekor kuda.
8.      Kareta Kyai Jongwiyat. Kereta ini dibuat di Den Haag, Belanda, pada tahun 1880. Kereta ini adalah peninggalan Sri Sultan Hamengku Buwono VII dan digunakan untuk manggala yudha atau dalam peperangan, misalnya untuk memeriksa barisan prajurit dan sebagainya. Sri Sultan Hamengku Buwono VII adalah sultan yang paling banyak melakukan peperangan dengan Belanda. Kareta ini ditarik oleh enam ekor kuda. Pada saat Sri Sultan Hamenguku Buwono X menikahkan putrinya, kareta ini kembali digunakan. Beberapa bagian dari kareta ini sudah mengalami renovasi, misalnya warna cat yang sudah diganti menjadi kuning.
9.      Kareta Roto Biru buatan Belanda pada tahun 1901, tepatnya pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono VIII. Kereta ini dinamakan Roto Biru karena didominasi oleh warna biru cerah yang melapisi kereta sampai ke bagian rodanya. Dipergunakan untuk manggala yudha bagi panglima perang. Pada saat Hamengku Buwono X menikahkan putrinya, kareta ini digunakan untuk mengangkut besan mertua. Kareta ini ditarik oleh 4 ekor kuda.
10.  Kareta Kus Sepuluh. Kereta ini adalah kereta buatan Belanda pada tahun 1901, yaitu pada masa Sri Sultan HB VIII. Aslinya adalah kereta Landower dan bisa dipergunakan untuk pengantin. Cat aslinya yang berwarna hijau sudah diganti menjadi kuning dan dipercayai mengandung makna politis (warna salah satu parpol) pada saat dilakukan pengecatan ulang. Walaupun bisa digunakan sebagai kereta pengantin, namun pada acara pernikahan putri Sri Sultan Hamenku Buwono X yang baru lalu kareta ini tidak dipakai oleh mempelai.
11.  Kareta Kus Gading. Kereta ini dibeli pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono VIII. Kereta ini buatan Belanda pada tahun 1901 dan ditarik oleh empat ekor kuda.
12.  Kyai Rejo Pawoko. Kereta ini dibuat pada tahun 1901 pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VIII dan diperuntukkan sebagai sarana transportasi bagi adik-adik Sultan. Kereta ini ditarik oleh empatekor kuda. Konon kereta ini dibeli bersamaan dengan lahirnya Bung Karno, yakni pada tahun 1901.
13.  Kareta Landower. Kareta ini dibuat oleh Belanda pada jaman pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VIII pada tahun 1901. Kereta ini ditarik oleh empat ekor kuda.
14.  Kareta Landower Wisman. Kereta ini dibeli dari Belanda pada tahun 1901, yakni pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VIII. Kereta ini pernah direnovasi pada tahun 2003. Kereta ini digunakan sebagai sarana transportasi pada saat sultan melakukan penyuluhan pertanian, kereta ini ditarik oleh empat ekor kuda.
15.  Kareta Landower. Kereta ini dibeli pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono VIII pada tahun 1901. Kereta ini buatan Belanda. Dahulu kereta ini sempat dipamerkan di Hotel Ambarukmo. Kereta ini ditarik oleh empat ekor kuda.
16.  Kareta Premili. Kareta ini dirakit di Semarang pada tahun 1925 dengan suku cadang yang didatangkan langsung dari Belanda. Kereta ini digunakan untuk menjemput penari-penari Kraton. Kereta yang ditarik oleh empat ekor kuda ini, pada salah satu bagian rodanya tertulis “G.Barendsi”.
17.   Kareta Kyai Kutha Kaharjo, Kereta ini dibeli pada jaman pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono IX, dan dibuat di Berlin pada tahun 1927. Digunakan untuk mengiringi acara-acara yang diselenggarakan oleh Kraton, kereta ini ditarik oleh empat ekor kuda.
18.  Kareta Roto Praloyo. Kereta ini merupakan kareta jenazah yang dibeli pada masa Sri Sultan HB VIII pada tahun 1938. Kereta inilah yang membawa jenazah Sultan Hamengku Buwono IX dari Keraton menuju Imogiri. Kereta ini ditarik oleh 8 ekor kuda.
19.  Kareta Kyai Jetayu. Kereta ini dibeli pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono VIII pada tahun 1931. Kereta yang diperuntukkan sebagai alat transportasi bagi putri-putri Sultan yang masih remaja ini, ditarik oleh empat ekor kuda dengan pengendali yang langsung berada di atas kuda.
20.  Kareta Kapulitin. Merupakan kareta untuk pacuan kuda/bendi. Kereta dibeli pada jaman pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VII yang memang menggemari olah raga berkuda. Kareta ini hanya ditarik oleh seekor kuda saja.
21.  Kareta Kyai Puspoko Manik. Kareta ini dibuat di Amsterdam, Belanda. Kereta ini digunakan sebagai sarana pengiring acara-acara Kraton termasuk untuk pengiring pengantin. Kereta ini ditarik oleh empat ekor kuda.
22.  Kareta Landower Surabaya. Kareta ini sudah dipesan dari masa Sri Sultan HB VII namun baru bisa dipakai pada saat masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VIII. Kereta ini buatan Swiss dan digunakan sebagai sarana transportasi penyuluhan pertanian di Surabaya.
23.  Kyai Noto Puro. Kereta ini dibuat di Belanda pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VII. Kereta ini digunakan untuk aktivitas dalam peperangan. Saat ini bentuk fisiknya sudah mengalami renovasi. Kereta ini ditarik oleh empat ekor kuda.
Kareta-kareta tersebut setiap tahun dibersihkan melalui ritual yang disebut Jamasan. Yang menarik, tiap kali dilaksanakan Jamasan, Kereta Nyai Jimat harus selalu ditemani oleh sebuah kereta lain. Kereta yang menemani dipilih secara bergantian tiap tahunnya. Dalam acara Jamasan itu, semua yang terlibat dalam upacara harus laki-laki dan mengenakan pakaian adat Yogyakarta lengkap dengan surjan dan blangkon. Karena unik dan hanya terjadi setahun sekali, upacara tradisional ini tentu bisa menjadi atraksi tersendiri bagi turis.
Selain prosesi upacara, ada satu hal lagi yang unik dan menarik. Selama prosesi jamasan itu, banyak penonton yang umumnya kaum tua berdesakan di sekitar kereta pusaka. Mereka menunggu dengan sabar untuk memperoleh air bekas mencuci kereta, yang dalam bahasa setempat sering diistilahkan sebagai “ngalap berkah”. Hingga sekarang, masih banyak warga yang percaya bahwa air bekas cucian kereta berkhasiat memberikan kesuburan bagi sawah, panjang umur, serta kesehatan. Bahkan tak sedikit yang membasuh wajah dengan air bekas cucian kereta yang mereka kumpulkan dari got di sekitar tempat upacara. Tetapi secara ilmiah, semua itu sulit untuk diterima oleh akal, tapi semua itu adalah kepercayaan masing-masing orang yang percaya akan mitos-mitos seperti itu. Dan warisan budaya ini perlu dijaga kelestariannya, agar kereta-kereta yang memiliki nilai dan historis yang tinggi ini tetap terjaga keindahannya.




   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar