PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Ajaran agama Islam yang
sebenar-benarnya itu hanyalah yang ada di dalam Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Dia
hanya satu, tetap dan tidak pernah berubah, serta merupakan satu-satunya ajaran
agama yang memiliki kebenaran yang mutlak. Ajaran agama seperti itulah,
satu-satunya yang berhak disebut Risalah Allah, memiliki keuniversalsalitasan
yang utuh, lengkap dan sempurna, menjadi rahmat
lil-al-alamin. Dialah satu-satunya pedoman hidup dan kehidupan manusia,
yang harus dipahami, diyakini, dihayati, dan diamalkan, dalam arti dan
proporsisi yang sebenar-benarnya.
Islam
sebagaimana dijumpai dalam sejarah, ternyata tidak sesempit seperti yang
dipahami oleh masyarakat Islam sendiri pada umumnya. Dalam sejarah terlihat
bahwa Islam yang bersumber kepada Al-Qur’an dan as-Sunnah dapat berhubungan
dengan pertumbuhan masyarakat luas. Dari persentuhan tersebut lahirlah berbagai
disiplin ilmu keislaman, salah satunya adalah tasawuf. Tidak dapat disangkal
lagi, bahwa bidang ilmu tasawuf terdapat segi-segi mudarat dan segi-segi
manfaatnya. Kerohanian adalah pusaka keagamaan Islam yang dimulai dari Nabi Muhammad
SAW, sampai kepada sahabatnya. Pengakuan dan penyaksian Tuhan ini terjadi sejak
manusia itu berada dalam arwah, karena itu setiap manusia di dalam batin
kesadarannya mendengar pernyataan, sebagaimana firman Allah ألست
بربكم قالوابلى شهد نا Artinya: “Bukanlah Aku ini Tuhanmua?, dan ia (Jiwa)
menjawab: Ya, kami telah jadi saksi”.
Segi
mudharatnya yaitu karena ada kalanya membawa orang menjadi sesat, atau musyrik
dan adakalanya membawa orang menjadi apatis, mengasingkan diri dari pergaulan
masyarakat ramai dan secara mutlak memandang dunia ini adalah tempat beramal,
bekerja dan berjuang untuk kebahagiaan umat manusia di dunia dan akhirat, bisa
terjadi hal-hal yang demikian itu apabila seseorang bertasawuf tanpa berakidah
dan bersyariah dan tanpa tasawuf yang berasal dari tasawuf islam yang murni.
Dengan
akidah kita dapat mengetahui bahwa Allah itu ada dan mempercayai-Nya. Dengan
syariah kita dapat taat menuruti peraturan-peraturan Allah. Dan dengan tasawuf
dapat kita merasakn dalam batin kita dan mengenal Allah untuk siapa dipersembahkan amal ibadah
kita dan sebagai pengontrol jiwa dan khusuk kepada-Nya. Manfaat kita mengetahui
tasawuf yaitu pembersih jiwa, pemupuk iman penyubur amal saleh, karena tasawuf merupakan dasar
pokok-pokok kekuatan batin. Dalam membina tata hidup dan penghidupan terutama
untuk membangun mental pembangunan atas dasar-dasar ajaran tasawuf, maka Islam
akan lebih mampu membangun kemajuan dunia dan dan terutama pada pembangunan
nasional kita sekarang ini.
B. Rumusan
Masalah
1. Sejarah
Tasawwuf
2. Pengertian
Tasawwuf dan sumber-sumber tasawuf.
C. Tujuan
1. Makalah
ini ditulis, untuk memberikan sumbangsi kepada khalayak pembaca, agar dapat
mengetahui dan memahami ilmu tasawwuf itu seperti apa. Dan menjadikan referensi
untuk makalah selanjutnya.
2. Untuk
memenuhi tugas sertifikasi IV
PEMBAHASAN
v Tasawwuf Sudah ada Sejak di Masa Nabi
Pada
masa Rasulullah belum ada istilah tasawuf, pada massa tabi’in juga belum ada
istilah tasawuf. Yang ada hanya kata istlah نساك yang tokohnya
adalah Hasan Basri. Istilah tasawuf muncul pada abad II Hijriyah yang
dimunculkan oleh Abu Hasyim , seorang dari Syiria, beliau mendirikan pondok
sufi bernam “Takya”
Hidup
kerohanian itu adalah hidup yang dilakukan oleh Nabi Muhammad baik sebelum
beliau menjadi Nabi maupun beliau sesudah menjadi Nabi. Demikian juga kehidupan
sahabat-sahabat Nabi, Tabiin-tabiin dan seterusnya sampai pada masa kini.
Bahakan hidup kerohanian itulah yang
menjadi ilmu tasawuf dan tarekat. Tidak ada keraguan bahwa tasawuf dan tarekat
itu bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits.
Al-Junaid
tokoh ilmu tasawuf yang berpengaruh berkata: “bahwa semua tarekat (tasawuf) itu
akan menjadi berhasil, jika tidak dilakukan sepanjang ajaran Nabi, yang
merupakan sumber tarekat”. Prof. Dr.
Hamka dalam bukunya Perkembangan Tasawuf
Dari Abad ke Abad, telah menyimpulkan: Bahwa tasawuf Islam telah timbul
sejak timbulnya agama Islam itu sendiri, yaitu Nabi Muhammad SAW . bahwa
tasawuf itu adalah salah satu pusaka keagamaan terpenting yang mempengaruhi
perasaan dan pikiran kaum muslimin.
Djunaidi
Al-Baghdadi, pada waktu menerangkan tujuan shufi mengatakan, “Kami tidak
mengambil” tasawuf ini dari pikiran dan pendapat orang, tetapi kami ambil dari
menahan lapar dan meninggalkan kecintaan kepada dunia, meninggalkan kebiasaan
kami sehari-hari mengikuti segala yang diperintahkan dan meninggalkan segala
yang dilarang”.
Maka
atasa dasar tujuan itu, maka terhjadilah suatu tata cara dalam bentuk
pendidikan budi pekerti yang tersusun atas dasar pendidikan tiga tingkat yaitu:
1) Takhalli yakni mengosongkan diri
dari sifat-sifat yang tercela dan maksiat lahir dan maksiat batin.
2) Tahalli yakni mengisi diri dengan
sifat-sifat yang terpuji dari taat lahir dan batin.
3) Tajalli yakni merasakan akan rasa
Ketuhanan yang sampai mencapai kenyataan Tuhan.
v Arti Tasawuf
Tokoh-tokoh
sufi telah memberikan penjelasan mengenai arti dari tasawuf baik dalam arti
bahasa maupun dalam arti definisi. Dalam arti bahasa ialah kalimat tasawuf
masuk dalam “babaut-taufal”dengan wazan, Tasawufal –rajulu yang artinya seorang
laki-laki telah berpindah halnya dari kehidupan biasa kepada kehidupan sufi.
Jadi
orang yang bertasawuf itu ialah orang yang mensucikan dirinya lahir dan batin
dalam suatu pendidikan etika (budi pekerti) dengan menempuh jalan atasa dasar
didikan tiga tingkat yang terdapat dalam istilah ilmu tasawuf dinamakan
Tajalli, Takhalli,Tahalli.
Imam
Ghazali menerangkan bahwa “Menempuh jalan ini memerlukan tanjakan –tanjakan
batin. Hal ini perlu mengoosongkan batin manusia dan kemudian mengisinya dengan
zikir/ ingat kepada Allah penanjakan-penanjakan itu dimulai dari satu tingkat
demi tingkat sampai mencapai tingkat yang lebih tinggi, jauh di atas ukuran
kata-kata”.
Arti
Istilah:
1) Basyir Al Haris salah seorang ahli
sufi dalam memberi arti tasawuf, ia berkata “Ash Shufi man Shafa Qalbuhu” orang
sufi ialah yang telah bersih hatinya semata-mata untuk Allah.
2) Abu Muhammad Al Jurairi berkata
”Tasawuf ialah masuk ke dalam budi menurut contoh yang ditinggalkan oleh Nabi
dan keluar dari Budi yang rendah”.
3) Dr. Syekh H. Jalaludin, yang kita
dapati dalam bukunya “Seribu Satu Wasiat Terakhir” , mengatakan: “Dawamul
Ubudiyyati zahiran wa bathinan maa dawa mi huduril qalbi maal-IIlahi”. Berkekalam
memperhambakan diri lahir dan batin kepada Allah, serta berkenalan hadir hati
beserta Allah.
4) Prof. Dr. Hamka: Tasawuf ialah
memberikan jiwa dari pengaruh benda atau alam, supaya dia mudah menuju kepada
Allah.
5) Syaikhul Islam Zakaria Al-Ansary:
Tasawuf: ialah ilmu yang menerangkan hal-hal tentang cara mensuci-bersihkan
jiwa tentang cara memperbaiki akhlak dan tentang cara pembinaan kesejahteraan
lahir dan batin untuk mencapai kebahagiaan yang abadi.
Hidup
kerohanian yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW, itulah kemudian menjadi ilmu
tasawuf. Tetapi di zaman Nabi, memang belulah terkenal nama “Tasawuf” sebagai
salah sau cabang ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri, demikianpun dengan
ilmu-ilmu lainnya seperti ilmu fiqih, ilmu kalam, ilmu alam, ilmu hadits, ilmu
tafsir dan lain-lain.
Setelah
kemajuan umat mulai berkembang bersamaan perkembangan zaman dimanaperkembangan
ilmu tumbuh dengan berbagai cabangnya, maka pada abad kedua Masehi, barulah
kerohanian itu dilaksanakan dengan tata cara menjadi suatu ilmu yang dinamakan
“Ilmu Tasawuf”. Sebagai suatu contoh
hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah.R.A. ia berkata:
عن أ بى هريرة رضى الله عنه قا ل : كان الني صلالله عليه وسلم
. بارازا يوما للناس فأ اتا ه خبريل فقال: ما الأ يمان ؟ قال :أ لإيمان أنَ توء من
بالله وملائكته وكتبه ورسله وتؤ من بلبعث قال: ماالإسلام ؟ قال: ألإسلام أن تعبد
الله ولا تشرك به شيئا وتقيم الصلاه وتؤدى الز كاة المفرضه وتصوم رمضنا. قال: ما
الإحسنا ؟ قال: أن تعبد الله كأ نك ثراه فأن لم تكن تراه فانه يراك
(رواهالبخري)
Pada suatu hari Nabi berada ditengah-tengah kelompok orang banyak,
tiba-tiba Jibrail datang, lantas bertanya “Apakah Iman itu?”. Nabi menjawab
“Iman ialah,
1. Engkau percaya adanya Tuhan,
2. Percaya Malaikat-Nya,
3. Percaya kitab-kitabNya,
4. Percaya pertemuan Tuhan di akhirat,
5. Percaya Rasul-rasulNya,
6. Percaya hari kebangkitan.
Selajnjutnya
laki-laki itu bertanya lagi, “apakah Islam itu?” Nabi menjawab, islam ialah
menyembah Allah dan menunaikan zakat, berpuasa di bulan ramadhan, kemudian
laki-laki itu bertanya lagi, apakah ihsan itu? Nabi menjawab, “Ihsan ialah
keadaan engkau sekiranya engkau tidak melihatnya, maka Allah melihat engkau”(Bukhori).
Terdapat
tiga kesimpulan agama: Iman, Islam, Tasawuf (Ihsan). Dalam hadits tersebut
dapat dipahami, bahwa kesempurnaan agama, adalah atas tiga kesimpulan itu.
Yakni Iman, Islam, Ikhsan.
v
Golongan Tasawuf
Dalam
cara mengenal Tuhan, tidak dengan jalan penyelidikan akal pikiran, tetapi
dengan jalan merasakan di hati atau menyaksikan dengan mata hati. Mereka
mengatakan, bahwa pengetahuan tentang Tuhan dan alam ujud ini, adalah suatu pengetahuan
atau ilham yang dilimpahkan oleh Tuhan dalam jiwa kita, sebagai limpahan
karunia rahmat Tuhan ketika ia terlepas dari godaan hawa nafsu dan ketika
memusatkan ingatan kepada zat yang dicintainya yang dicarinya (Tuhan). Karena
dengan kurnia rahmat itu, maka terangkatlah tabir rahasia dan tatkala itu
jelaslah segala hakikat Ketuhanan yang selama itu terahasia dan dengan izin
Allah, tatkala itu akal dan pikiran tak berjalan lagi, melainkan tiba pada
derajat yang paling jauh di atas ukuran
kata-kata.
Zin-nun
salah seorang ahli tasawuf yang terkemuka, ketika ditanya orang, dengan jalan
apa tuan mengenal Tuhan? Yang dijawab oleh beliau, “Aku mengenal Tuhanku
tidaklah aku mengenal Tuhanku”. Menurut ahli-ahli ilmu tauhid, itulah
tauhid yang semurni-murninya. Di lain bagian, orang-orang tasawuf berpegang
kepada sesuatu pepatah: “Man lam yaduk lam yarif” (barang siapa yang belum pernah
merasainya niscaya belumlah dia mengetahuinya).
من لم يذق لم يعرف.
قول ذوالنو ن من أهل التصوف.
Dapat
diambil kesimpulan bahwa ilmu untuk mencapai hakikat ketuhanan, bukanlah dengan
jalan ilmu yang dipikirkan oleh otak semata-mata, tetapi ialah ilmu yang
terpancar dalam hati.
Ghazali
menerangkan, bahwa ilmu itu tidak begitu perlu untuk mencapai hakikat,Karena
hakikat itu, keluar dari dalam hati. Bahwa ilham itu ialah suatu pemerolehan
yang datangnya hanylah dengan tiba-tiba sudah jelas dalam hati. Acap kali yang
tidak sanggup dipikirkan otak, terlintas dalam hati dengan jelas.
v
Sumber-Sumber Tasawaf
Ada
kelompok yang berpendapat bahwa tasawuf berakar dari luar ajaran Islam seperti;
Majusi atau Hindu, Kristen atau Yunani, Atau campuran dari agama-agama
tersebut.
a)
Taswauf bersumber dari Yunani
Teori ini mengandung banyak
kelemahan serta bertentangan dengan realitas sejarah. Pertama: Tasawuf Islam
telah berkembang sebelum ajaran dan pemikiran agama hindu merasuki masyarakat
muslim. Selain itu, tasawuf Islam lahir sebelum munculnya satu-satunya
referensi tentang akidah agama hindu. Referensi itu adalah sebuah buku yang
ditulis oleh Abu Ar-Raihan Al-Biruni (315H-440H) dengan judul Tahqiq Ma lil
Hindi min Maqulah Maqbulah fila `Aqli Au Marzulah. Kedua: Dari referensi
tersebut Al-Biruni tidak menyebutkan adanya hubungan mempengaruhi dan
dipengaruhi. Oleh karena itu,
tidak ada sandaran dan landasan
historis yang memperkuat tentang teori tersebut yang mengatakan tasawuf
bersumber dari yunani. (Tarikh At-Tashawwuf Al-Islami, lihat juga Dr. Jamil
Muhammad Abul `Ala, At-Tasawwuf Al-Islami Nasy`atuh wa Tathawwuruh).
b)
Tasawuf bersumber dari Persia
Sejarah membuktikan adanya hubungan
Arab-Persia. Namun demikian, kita tidak mendapatkan keterangan yang jelas yang
membuktikan adanya transmisi agama majusi dan filsafat Persia dari bangsa
Persia ke bangsa Arab melalui hubungan tadi. Tidak ada argumentasi yang
memungkinkan kita untuk membuat kesimpulan “bahwa tasawuf secara spesifik
adalah salah satu pengaruh dan buah dari hubungan antara bangsa Arab dengan
bangsa Persia”.(AL-Hayah Ar-Ruhiyah fil Islam) Jika ada orang yang mengatakan bahwa
ajaran tasawuf bersumber dari Persia akibat terpengaruhnya para syeikh sufi
pada Persia, maka berarti orang tersebut tidak memahami sejarah, dan
pendapatnya itu bertentangan dengan kaidah ilmiah.
Selain itu, fakta menyatakan
besarnya pengaruh para sufi terhadap para sufi Persia. Sebut saja Muhyiddin
Ibnu Arabi (wafat 638H) Tokoh sufi ini sangat berpengaruh terhadap sejumlah
besar tokoh sufi Persia semisal Al-Iraqi
(wafat 686H) dan AL-Kirmani (wafat 698 H).
c)
Tasawuf bersumber dari Filsafat Yunani
Sejarah membuktikan bahwa pemikiran
Arab dan Yunani baru mengalami persinggungan setelah adanya kegiatan
penerjemahan literature-literatur Yunani kuno ke dalam Bahasa Arab. Sementara
Kegiatan penerjemahan ini baru dilakukan setelah tasawuf tumbuh dan berkembang
pesat. Hal ini membuktikan bahwa pada fase-fase pertamanya tasawuf bersih dari
pengaruh yunani.
d)
Tasawuf bersumber dari Kristen
Pendapat para peneliti diatas pun
tidak benar karena para sufi dan zahid yang terpengaruh ajaran Kristen muncul
belakangan, jauh hari setelah kemunculan tasawuf itu sendiri. Anggapan sebagian
orientalis yg mengatakan bahwa pola hidup miskin, sikap zuhud, dan zikir yang
dilakukan para sufi diadaptasi dari Kristen juga salah. Karena banyak sekali
ayat Al-Qur`an dan Sunnah Nabi yang menyeru ummatnya untuk berprilaku zuhud dan
tidak cenderung pada dunia dan kenikmatannya. Banyak pula ayat dan hadits yang
memotivasi umat untuk berzikir. Semua ini menegaskan bahwa praktek sufi
tersebut mempunyai sumber yang orisinil dalam Islam.
Kesimpulannya. Setiap pendapat
tentang keterpengaruhan tasawuf oleh unsur diluar Islam tidak tepat dan tidak
didukung oleh dokumen atau teks yang diketahui khalayak ramai. Oleh karena itu,
maka pendapat tersebut hanya terbatas pada masa paska tahun 1920M. Bahkan,
sebagian orang yang berpendapat demikian mulai mencabut pendapatnya (Tarikh
At-Thasawwuf Al-Islami).
Akhirnya, para zuhud dan sufi
generasi pertama adalah orang-orang yang bersih jiwanya dan cerah hatinya,
bersih nuraninya dan mampu menyingkap hakikat. Mereka melakukan seperti apa yg
dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW seperti zuhud, wara`, takwa, dan ibadah
berkesinambungan. Keterpengaruhan mereka pada Nabi Muhammad (bukan pada agama
dan filsafat lain) itulah yg mengantarkan mereka menjadi manusia sufi dan
zahid.
e)
Tasawuf bersumber dari Islam
Ada kelompok yang mengatakan bahwa
tasawuf bersumber dari ajaran Islam. Inilah pendapat yang paling benar. Karena,
dasar-dasar akidah dan perilaku tasawuf bersumber dari teks-teks Alqur`an dan
As-Sunnah, dan kehidupan Nabi Muhammad dan para sahabat beliau. Para zuhud
menyandarkan kegiatan zuhudnya dari sumber-sumber Islam tersebut, demikian juga
para sufi yang menempuh jalan yang lurus. Dari
Al-Quran:
فاذا ركبوا
فى الفالك دعوا الله مخلسين له اللدين فلمّا نجّهم اللى البرّاذاهم يشركون
Artinya:
“Dan
tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main, sesungguhnya
akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.” (Al-`Ankabut:64).
الذين يذ
كرون الله قيا ما وقعو دا وعلى جنو بهم ويتفكّرون فى خلق السوا ت والارض ربّنا
ماخلقت هدا با طلا سبحا نك فقنا عذا النا ر
Artinya:
(yaitu) orang-orang yang mengingat
Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan
tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah
Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari
azab neraka” (Ali Imron: 191).
Lihat
pula Al-Hadid:20-21, Thaha:130 l-Hujurat:13. Dalam banyak ayatnya,
Al-Qur`an memotifasi untuk hidup zuhud dan mewaspadai sikap cinta dunia dan
kemerlapannya. Orang yang membaca Al-Qur`an secara jeli akan menjumpai
ayat-ayat yang membuka pintu zikir, introspeksi diri, ibadah dan bangun malam
bagi para ahli ibadah. Al-Qur`an juga berbicara tentang muraqabah, taubat,
takut (khauf) pada Allah, harapan (raja`) pada Allah, syukur, tawakal, serta
sabar. Al-Qur`an penuh dengan anjuran untuk mengamalkan sifat terpuji. Maka
karena itu, para sufi berupaya memperindah diri dengan sifat-sifat terpuji. Dan
mengambil materi pertanyaan dan makanan rohani mereka dari Kitabullah.
Hadits Qudsi dan Hadits Nabi:
Abuhurairah r.a. berkata, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
Allah Azza Wajalla berfirman, “Aku tergantung pada prasangka hambaKu dan Aku
selalu bersamanya tatkala ia mengingatKu. Jika hambaKu mengingatKu dalam
hatinya, maka Aku akan mengingatnya dalam diriKu. Dan, jika ia menyebutKu
dihadapan orang banyak, maka Aku akan menyebutnya di hadapan orang banyak yg
lebih baik dari mereka. Jika dia mendekat padaKu sejengkal, maka Aku mendekat
padanya sehasta. Jika ia mendekat padaKu sehasta maka aku akan mendekat padanya
satu depa. Jika dia padaKu dengan
berjalan, maka Aku akan datang padanya dengan berlari. (H.R. Muslim). “Bersikap zuhudlah pada dunia,
niscaya Allah akan mencintaimu, Bersikap zuhudlah dari segala apa yg dimiliki
manusia, niscaya manusia akan mencintaimu!.” (H.R. Ibnu Majah)
“Jadilah engkau didunia ini laksana
orang asing atau orang yg sedang menyeberang jalan.” (H.R. Al-Bukhari)
Malaikat Jibril bertanya pada
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tentang
Ihsan Rasulullah Shallallahu Alaihi
wa Sallam menjawab:
“Ihsan adalah engkau menyembah Allah
seakan-akan engkau melihatNya; dan jika engkau tidak melihatNya. Maka
sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR. AL-Bukh
DAFTAR
PUSTAKA
Zahri, Mustafa. Kunci Memahami
Ilmu Tasawuf. Surabaya: PT.Bina Ilmu.
Riezam, Mohammad. Al-Dien
Al-Islam dan Muhammadiyah. Universitas Ahmad Dahlan.
http://www.wikipediaislam/TASAWUF.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar