BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Karya sastra merupakan salah satu cabang
kesenian sebagai hasil cipta rasa dan karsa manusia. Sastra lahir disebabkan dorongan
dasar manusia untuk mengungkapkan dirinya, menaruh minat terhadap masalah
kemanusiaan, dan menaruh minat pada dunia realitas yang berlangsung sepanjang
hari dan sepanjang zaman. Sastra yang telah dilahirakan oleh sastrawan
diharapakan dapat memberikan kepuasan estetik dan kepuasan intelek bagi
khalayak pembaca.
Pendekatan menurut Abrams (1976: 6-29)
ada empat pendekatan yaitu mimetik, ekspresif, pragmatic, dan objektif.
Pendekatan mimetic menganggap bahwa karya sastra sebagai tiruan alam, kehidupan
atau ide; pendekat ekspresif menganggap bahwa karya sastra sebagai ekspresi
perasaan, pikiran dan pengalaman pengarangnya; pendekatan pragmatic menganggap
bahwa karya sastra sebagaia alat untuk mencapai tujuan pembaca; dan pendekatan
objektif lebih menganggap bahwa karya sastra sebagai suatu yang dapat berdiri
sendiri (Ratih, 2002: 125).
Prinsip dari intertekstualitas berasal
dari Prancis dan bersumber pada aliran strukturalisme Perancis yang dipengaruhi
oleh pemikiran filusuf Prancis, Jaques Derrida dan dikembangkan oleh Julia
Kristeva. Bahwa setiap teks sastra dibaca dan harus dengan latar belakang
teks-teks lain, tidak ada sebuah teks pun yang sungguh-sungguhmandiri, yang
artinya bahwa penciptaan pembacanya tidak dapat dilakukan tanpa adanya
teks-teks lain sebagai contoh teladan kerangka. Karya sastra tidak lahir dalam kekosongan budaya, termasuk
sastra itu merupakan response (Teeww,
1983: 65).
Dalam penulisan makalah ini penulis
ingin membuktikan bahwa prinsip intertekstualitas dapat diterapkan secara efektif pada karya
sastra di Indonesia, dan penulis memilih untuk meneliti novel “Laskar Pelangi”
karya Andrea Hirata dengan novel “Ranah Tiga Warna” karya Ahmad Fuadi sebagai
objek penelitian maklah ini.
B.
Identifikasi
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di
atas dapat di identifikasikan beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Hipogram
dan teks transformasi.
2. Sudut
pandang yang digunakan dalam novel “Laskar Pelangi” karya Andrea Hirata dengan
novel Ranah Tiga Warna” karya Ahmad Fuadi.
3. Hubunguhan
atau pengaruh novel “Laskar Pelangi” karya Andrea Hirata terhadap novel Ranah Tiga Warna” karya Ahmad Fuadi.
4. Persamaan
dan perbedaan yang terdapat pada novel
“Laskar Pelangi” karya Andrea Hirata dengan novel Ranah Tiga Warna” karya Ahmad
Fuadi.
5. Sejarah
tokoh utama pada novel novel “Laskar Pelangi” karya Andrea Hirata dengan novel Ranah Tiga Warna” karya Ahmad Fuadi.
C.
Pembatasan
Masalah
Mengingat sedikit luasnya permasalahan
yang ada maka diadakan pembatasan terhadap permasalahan yang akan diteliti. Hal
ini diperlukan untul memfokuskan penelitian pada pokok bahasan yang tercakup
dalam aspek intertekstualitas, yang tertuang dalam identifikasi masalah.
Pembatasan masalah sebagai berikut:
1. Hipogram
dan teks transformasi.
2. Sudut
pandang yang digunakan dalam novel “Laskar Pelangi” karya Andrea Hirata dengan
novel Ranah Tiga Warna” karya Ahmad Fuadi.
3. Persamaan
dan perbedaan yang terdapat pada novel
“Laskar Pelangi” karya Andrea Hirata dengan novel Ranah Tiga Warna” karya Ahmad
Fuadi.
D.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan masalah-masalah yang telah
disebutkan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut:
1. Manakah
yang menjadi hipogram dan teks transformasi pada novel “Laskar Pelagi” karya
Andrea Hirata dengan novel “Ranah Tiga Warna” karya Ahmad Fuadi ?
2. Apa
persamaan dan perbedaan pada novel “Laskar Pelangi” karya Andrea Hirata dengan
novel “Ranah Tiga Warna” karya Ahmad Fuadi?
3. Bagaimanakah
pengaruh novel “Laskar Pelangi” karya Andrea Hirata terhadap novel “Ranah Tiga
Warna” karya ahmad Fuadi?
E.
Tujuan
Penelitian
penelitian ini bertujuan:
1. Menentukan
hipogram dan teks tertulis.
2. Mendeskripsikan
persamaan dan perbedaan pada novel “Laskar Pelangi” karya Andrea Hirata dengan
novel “Ranah Tiga Warna” karya Ahmad Fuadi.
3. Mendeskripsikan
pengaruh novel “Laskar Pelangi” karya Andrea Hirata dengan novel “Ranah Tiga
Warna” karya Ahmad Fuadi.
\
BAB II
KAJIAN TEORI
Tentang
konsep dan prinsip Intertekstual karya sastra apapun jenis dan genre nya, yang
lahir dari tangan kreatif pengarang,pada dasarnya selalu berada
ditengah-tengah konteks atau tradisi kebudayaannya. Atau dangan
kata lain, bagaimanapun karya sastra tidak lahir dari situasi kosong budaya. (Teeuw,1980:11)
dalam hal ini, budaya tidak hanya berarti teks-teks kesastraan yang telah ada
sebelumnya, tetapi juga seluruh konvensi atau tradisi yang mengelilinginya.
Karena di yakini tidak lahir dari situasi kosong budaya itu. Di pastikan karya
sastra memiliki hubungn erat dengan karya-karya lainnya. Dan hubungan itu
harus dipahami secara lebih luas karena hubungan itu tidak hanya dapat berupa persamaan
tetapi juga perbedaan. Hal ini sesuai dangan prinsip bahwa karya sastra selalu
dalam ketegangan antara konvensi dan inovasi (Teeuw,1980:12).
Intertekstualitas
karya sastra baru bermakna penuh dalam hubungannya dengan karya sastra
lain,baik dalam hal persamaan maupun pertentangannya. Karya sastra yang menjadi
latar penciptaan karya lain disebut hipogram. Secara
luas interteks diartikan sebagai jaringan hubungan antara satu teks dengan teks
yang lain. Lebih dari itu, teks itu sendiri, secara etimologis (textus, bahasa
latin) berarti tenunan, anyaman, penggabungan, susunan, jalinan. Produksi makna
terjadi dalam interteks, yaitu melalui proses oposisi, permutasi dan
transformasi. Penelitian dilakukan dengan cara menemukan hubungan-hubungan
bermakna diantara dua teks atau lebih. Teks-teks yang dikerangkakan sebagai
interteks tidak terbatas sebagai persamaan genre, interteks memberikan
kemungkinan yang seluas-luasnya bagi peneliti untuk menemukan hipogram.
Hubungan yang dimaksud tidak semata-mata sebagai persamaan, melainkan juga
sebaliknya sebagai pertentangan, baik sebagai parodi maupun negasi.
Pemahaman secara intertekstual bertujuan
untuk menggali secara maksimal makna-makna yang terkandung dalam sebuah teks.
Menurut Kristeva, setiap teks harus dibaca atas dasar latar belakang teks-teks
lain. Konsep penting dalam teori interteks adalah hipogram (Michael Riffaterre,
1978: 11-13). Menurut Riffaterre hipogram adalah struktur prakteks, yang
dianggap sebagai energi puitika teks. Sedangkan karya yang berikutnya dinamakan
karya transformasi. Hipogram karya sastra akan meliputi: (1) ekspansi, yaitu
perluasan atau pengembangan karya; (2) konvensi adalah pemutarbalikkan hipogram
atau matriknya; (3) modifikasi adalah perubahan tataran linguistic manipulasi
urutan kata dan kalimat; (4) ekserp adalah semacam intisari dari unsure atau
episode dalam hipogram yang disadap oleh pengarang. Penelitian intertekstualitas merupakan
pemahaman sastra sebagai sebuah “presupposition”. Yakni, sebuah perkiraan bahwa
suatu teks baru mengandung teks lain sebelumnya.
BAB III
PEMBAHASAN
Sinopsis Novel Laskar Pelangi
Novel ini
menceritakan tentang petualangan 11 orang anggota Laskar Pelangi di sekolah
miskin Muhammadiyah di Pulau Belitong pada era akhir 70-an sampai 80-an, mulai
sejak Laskar Pelangi masuk SD sampai akhir SMP, dan masa dewasa mereka. Buku
ini menceritakan polah tingkah anggota Laskar Pelangi sejak kanak-kanak sampai
ABG dengan lingkungan kehidupan ekonomi memprihatinkan di tengah dunia Belitong
yang jomplang dengan kemewahan kehidupan kaum Gedong dari PN Timah di masa
jayanya. Ketika Flo yang berasal dari kaum Gedong memutuskan bergabung di
sekolah itu, kehidupan Laskar Pelangi semakin berwarna. Dengan didikan dari Bu
Mus dan Pak Harfan yang terus dibawa sampai seumur hidup mereka, lewat novel
ini pembaca bisa turut tenggelam dalam kisah persahabatan, persaudaraan,
pendidikan, pergulatan kejiwaan seseorang, sampai kisah cinta pertamanya
Sinopsis Novel Ranah Tiga Warna
Novel
Ranah Tiga warna menceritakan seseorang yang baru saja tamat dari pondok Madani
yang bernama Alif, yang memiliki impian
seperti Habibie, lalu merantau ke Amerika. Dengan semangatnya dia pulang
kampung ke Maninjau dan tak sabar ingin segera kuliah. Namun Randai meragukan
Alif mampu lulus UMPTN, karena dia lulusan dari pondok Madani yang tidak
mendapatkan ijazah SMA. Hal tersebut rupanya tidak menjadi masalah bagi Alif,
ia terinspirasi semangat tim dinamit Denmark dengan melewati
rintangan-rintangan berat. Ada satu mantra yang menyemangati Alif yaitu “man
jadda wajada” namun baginya mantra itu
tidak cukup sakti dalam hidup, lalu mantra nya tersebut ditambah “man shabara
zhafira”. Siapa yang bersabar akan beruntung. Dan mantra tersebut membawa semua
impian-impian Alif sampai ia benar-benar merasakan kebahagiaan yang sebenarnya,
yang selama ini ia belum dapatkan dengan penuh kesabaran dan berusaha, maka ia
mendapatkannya.
A.
Hipogram
dan Teks Transformasi
Dari hasil yang telah diperoleh, dapat
disimpulkan bahwa novel “Laskar Pelangi” karya Andrea Hirata adalah sebagai teks
hipogramnya, karena telah terbit terlebih dahulu pada bulan September 2005 dari
novel “Ranah Tiga Warna” karya Ahmad Fuadi. Dan novel “Ranah Tiga Warna”
sebagai teks transformasinya yang terbit pada bulan januari 2011.
Andrea Hirata dalam menuliskan novelnya
yang berjudul “Laskar Pelangi” menceritakan
tentang dunia pendidikan, dan cerita yang sangat mengharukan, dengan
tokoh yang sederhana, jujur, tulus, gigih dan penuh dedikasi, ulet, sabar,
tawakal. Takwa yang dituturkan secara cerdas, dengan semangat mereka yang
selalu dirundung kesulitan dalam menempuh pendidikan. Sebuh kisah tentang
anak-anak yang luar biasa, yang mampu melahirkan semangat serta kreativitas
yang mencengangkan.
Di dalam novel “Ranah Tiga Warana” Ahmad
Fuadi menuliskan sebuah kisah pendidikan yang tak jauh beda dengan novel
“Laskar Pelangi” . novel “Ranah Tiga Warna ” tentang pendidikan dengan
perjuangan yang penuh tantangan dalam menggapai cita-cita dengan memrangi
kemiskinan yang ada agar mendapatkan pendidikan yang diinginkannya.
Jadi, hubungan intertekstual antara
novel “Laskar Pelangi” dengan novel “Ranah Tiga Warna” adalah hubungan perluasan atau pengembangan,
adanya kesejajaran sama-sama memiliki cita-cita untuk pergi mencari ilmu dan
pengalaman di negeri orang.
B.
Persamaan
dan Perbedaan
1. Persamaan
Tokoh
a. Tokoh
Ikal dengan Alif
Dalam ke dua
novel tersebut digambarkan ke dua tokoh antara Ikal dan Alif memiliki persamaan
sama-sama dari keluarga yang sederhana yang memperjuangkan pendidikannya dalam
keadaan yang cukup memprihatinkan .
Berikut
kutipannya.
Ø Tokoh
Ikal dalam novel “Laskar Pelangi”
“menyekolahkan
anak berarti mengikat diri pada biaya selama belasan tahundan hal itu bukan
perkara gampang bagi keluarga kami” (Hal 3)
“ Adapun sekolah
ini, SD Muhammadiyah, juga sekolah kampong yang paling miskin di Belitong. Ada
tiga alasan mengapa para orang tua mendaftarkan anaknya si sini. Pertama,
karena sekolah Muhammadiyah tidak menetapkan iuran dalam bentuk apa pun, para
orangtua hanya menyumbang sukarela semampu mereka. Ke duakarena firasat,
anak-anak mereka dianggap memiliki karakter yang mudah disesatkan iblis
sehingga sejak usia mudah arus mendapat pendadaran Islam yang tangguh. Ke tiga
karena anaknya memang tak diterima di sekolah mana pun” (Hal 4)
“Sedangkan aku
dan agaknya juga anak-anak yang lain merasa amat pedih: pedih pada orangtua
kami yang tak mampu, pedih menyaksikan detik-detik terakhir sebuaah sekolah
yang tua yang tutup justru pada hari pertama kami ingin sekolah, dan pedih pada
niat kuat kami untuk belajar tapi tinggal selangkah lagi harus terhenti hanya
karena kekurangan satu murid” (Hal 5)
Ø Tokoh
Alif dalam novel “Ranah Tiga Warna”
“Aku menduga keras, Ayah telah melego bebeknya,
harta paling berharganya, demi membiayai kuliah anak bujangnya.” (Hal 39)
“Amak sedih
sekali belum bisa mencukupi kebutuhan wa’ang di rantau. Tapi jangan pernah berani-berani
pulang tanpa menyelesaikan apa yang sudah wa’ang mulai. Selesaikan kuliah, Amak
akan mendukung dengan sepenuh tenaga dan do’a. menuntut ilmu itu juga berjuang
di jalan Tuhan. insyaAllah, amak masih sanggup menghidupi kalian. Dengan cara
apapun.” (105)
b. Lintang dan Randai
Ke dua tokoh
tersebut sama-sama sebagai teman yang pandai dalam mata pelajaran maupun yang
lain, dan sebagai teman yang selalu memerikan semangat.
c. Persamaan
Tema
Novel Laskar
Pelangi dan novel Ranah Tiga Warna memiliki persamaan dalam tema yang
menonojolkan pendidikan yang terjadi di Indonesia dengan memiliki keinginan
untuk pergi ke luar negeri.
d. Persamaan
Alur
Alur pada novel
Laskar Pelangi dan Ranah Tiga Warna memiliki alur maju mundur. Pada novel
Laskar Pelangi di akhir cerita masih dikaitkan pada cerita awal. Sedangkan pada
novel Ranah Tiga Warna, juga diceritakan kejadian yang sudah ada pada novel
sebelumnya yaitu novel Negeri Lima Menara, dikaitkan pada novel Ranah Tiga
Warna, karena novel tersebut merupan novel trilogi Negeri Lima Menara.
2. Perbedaa
Tokoh
a. Ikal
dan Alif
Perbedaan antara
ke dua tokoh yaitu, tokoh Ikal menginginkan untuk pergi ke Edensor sedangkan
Alif ke Amerika yaitu Kanada. Kutipannya sebagai berikut.
Ø Tokoh
Ikal dalam novel “Laskar Pelangi”
“ aku telah
jatuh hati dengan Edensor dan menemukannya sebagai sebuah tempat dalam
khyalanku setiapa kali aku ingin lari dari kesedihan” (Hal 334).
Ø Tokoh
Alif dalam novel “Ranah Tiga Warna”
“Aku tidak
pernah lupa, impian menjulang ketika duduk di bawah masjid menara masjid Pondok
Madani bersama Sahibul Menara. Aku membayangkan suatu hari kelak akan merantau
ke Amerika” (Hal 17
C.
Pengaruh
novel “Laskar Pelangi” karya Andrea Hirata terhadap novel “Ranah Tiga
warna” karya Ahmad Fuadi
Novel Ranah Tiga
Warna cukup mendapat pengaruh yang cukup banyak dari novel Laskar Pelangi karya
Andrea Hirata, namun tidak semuanya memiliki kesamaan, ada pula perbedaan
antara kedua novel tersebut. Beberapa kesamaan yang ditransformasikanoleh
pengarang Ranah Tiga Warna yaitu tentang tema yang sama-sama bertema
“Pendidikan”. Namun dalam novel “Ranah Tiga Warna” Ahmad Fuadi mengembangkan
cerita dalam novel tersebut dengan memberikan ragam pristiwa-pristiwa yang
terjadi.
KESIMPULAN
Dari ke dua novel tersebut dapat disimpulakan bahwa
keduanya memiliki kesamaan pada tema yang sama-sama berlatar belakangka pendididkan, dan novel Laskar
Pelangi yang menjadi Hipogram dan novel Ranah Tiga Warna yang menjadi teks
trasnformasi.
DAFTAR PUSTAKA
Fuadi, Ahmad.
2011. Ranah Tiga Warna. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Hirata, Andrea.
2005. Laskar pelangi. Yogyakarta: PT. Bentang Pustaka.
Nurgiyantoro,
Burhan. 2007. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Ratna, Nyoman
Kuntha. 2007. Teori, Metode, dan Teknik Pewnelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Suyatmi, Titiek.
2008. Sastra Perbandingan. Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar